Gaya Elit Ekonomi Sulit : Ragam Mahasiswa Indonesia
Mahasiswa merupakan bagian penting dari masyarakat yang sedang menempuh pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Mereka berasal dari berbagai latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya yang beragam. Dalam konteks mahasiswa di Indonesia, terdapat ragam gaya hidup yang mereka anut. Salah satu fenomena menarik adalah mahasiswa dengan gaya elit ekonomi sulit.
Mahasiswa gaya elit ekonomi sulit merujuk pada mahasiswa yang terlihat hidup mewah atau bergaya seperti orang kaya, namun sebenarnya mengalami kesulitan secara finansial. Mereka cenderung memperlihatkan gaya hidup yang konsumtif, sering kali terlihat menggunakan barang-barang mewah, berlibur ke tempat-tempat eksklusif, dan terlihat selalu update dengan tren terbaru. Namun di balik itu semua, kondisi keuangan mereka sebenarnya tidak seberuntung yang terlihat.Hal ini disebabkan karenaperasaanfomo (ketakutan) mahasiswa dalam media sosial dan kehidupan sehari-hari, agar terlihat updatestyledan tidak dibilang tertinggal.
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab mahasiswa mengadopsi gaya elit ekonomi sulit. Pertama sekali karena pengaruh media sosial. Media sosial menjadi platform utama bagi mahasiswa untuk memamerkan gaya hidup mereka. Dorongan untuk tampil sempurna di media sosial dapat mendorong mahasiswa untuk menampilkan gaya elit meskipun sebenarnya tidak mampu secara finansial. Mahasiswa merasa ketinggalan jika tidak memiliki sesuatu yang sedang trend saat itu, seperti baju brandternama danSmartphone keluaran terbaru.
Media sosial digunakan untuk memamerkan gaya hidup dan barang- barang baru yang mereka punya. Media sosial dijadikan ajang untuk saling umbar barang- barang yang dimiliki, mereka seakan-akan bangga sekali jika menguploadfoto di suatu tempat yang sedang viral. Semakin banyak barang yang dimiliki dan semakin banyak mengunjungi tempat yang sedang viral sepertinya menjadi sebuah gengsi dan kepuasan sendiri dalam diri mahasiswa, di luar keadaan finansial mereka yang sesungguhnya.
Faktor kedua karena adanya tekanan dari lingkungan pergaulan, mahasiswa merasa perlu untuk menunjukkan bahwa mereka mampu secara finansial, meskipun sebenarnya tidak demikian.Mereka yang berkuliah di kampus- kampus bergengsi atau lingkaran pergaulan yang diisi oleh kalangan menengah ke atas membuat mahasiswa yang kurang mampu secara finansial terbawa gengsi untuk mengikuti gaya hidup teman- temannya. Sehingga untuk memenuhi keinginan mereka tidak jarang mahasiswa memaksa orang tua di kampung halaman meminta uang lebih tiap bulannya, bahkan ada yang beralasan minta uang untuk membayar tugas, demi terpenuhi keinginan mereka.
Faktor ketiga adalah kurangnyakesadaran finansial. Beberapa mahasiswa kurang memiliki pemahaman yang cukup tentang manajemen keuangan sehingga cenderung menghabiskan uang untuk hal-hal yang bersifat konsumtif tanpa memperhitungkan kondisi keuangan mereka.Ketika di awal bulan, saat transferan uang orang tua masuk kebanyakan mahasiswa berfoya-foya dengan uang tersebut. Sehingga ketika di akhir bulan mereka harus sangat menghemat uang jajan hingga transferan orang tua tiba. Tidak jarang mie instan adalah menu pilihan di akhir bulan untuk menghemat uang jajan yang telah menipis, tentu saja makanan cepat saji seperti ini jika sering dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan kesehatan bagi mahasiswa.
Karena besar pengeluaran daripada pemasukan mahasiswa seringkalimencari beragam cara untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti meminjam ke semua teman- temannya bahkan hingga terjerat pinjol (pinjamanonline) . Pinjolseringkali jadi solusi bagi mahasiswa gaya elit ekonomi sulit, dan apabila mereka tidak sanggup membayar tagihan, hal ini akan berdampak domino kedepannya. Untuk mengatasi permasalahan ini dikhawatirkan mereka terjerumus melakukan hal-hal yang merugikan orang lain, seperti berbuat kriminal mencuri atau menipu.
Keberadaan mahasiswa gaya elit ekonomi sulit tidak hanya berdampak pada diri mereka sendiri, tetapi juga pada lingkungan sekitar dan citra mahasiswa secara umum.Menurut penulis diantara dampaknya adalah masalah keuangan. Mahasiswa ini rentan mengalami masalah keuangan seperti hutang atau kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar akibat gaya hidup konsumtif yang dipertontonkan.Mereka tidak malu jika harus meminjam ke banyak teman, tentu saja hal ini membuat risih orang lain dikarenakan gaya hidup mereka.
Dampak yang kedua adalah ketidakseimbangan emosional. Menjaga image sebagai mahasiswa bergaya elit sementara menghadapi masalah finansial dapat menyebabkan ketidakseimbangan emosional dan stres. Mahasiswa seperti ini selalu berpikiran bahwa mereka harus tampil fashionable dan keren dan tidak mau tersaingi. Tentu saja hal ini berdampak bagi kesehatan mental mereka, sebab mereka berpikiran harus terlihat sempurna dari orang lain.
Dampak yang ketiga adalah pengaruh terhadap lingkungan.Sikap konsumtif dan pamer gaya hidup mewah tanpa pertimbangan dapat memberikan pengaruh negatif pada lingkungan sekitar serta menciptakan ketimpangan sosial di antara sesama mahasiswa. Teman- teman pergaulan seperti di kelas dan di kampus akan merasa bahwa gaya mereka berlebihan tidak sesuai dengan keadaan, hal ini bisa menyebabkan perseteruan antara teman di lingkungan nya. Bisa diawalai dari ejekan karena gaya tidak sesuai dengan keadaan atau karena hutang yang berserakan belum dibayar.
Dalam konteks ragam mahasiswa di Indonesia, fenomena mahasiswa gaya elit ekonomi sulit menjadi salah satu aspek menarik untuk diamati. Faktor-faktor seperti pengaruh media sosial, tekanan kelompok, dan kurangnya kesadaran finansial dapat menjadi penyebab adopsi gaya ini. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu tersebut tetapi juga oleh lingkungan sekitar serta citra mahasiswa secara umum.
Seharusnya sebagai mahasiswa yang tidak lagi anak- anak sudah bisa memilah dan memilih bagaimana cara bergaul dan manajemen keuangan dengan baik. Mahasiswa adalah ujung tombak regenerasi bangsa ini, mahasiswa lah nantinya yang akan melanjutkan estafet peradaban. Jika mahasiswa tidak bisa mengatur dirinya sendiri bagaimana mana pula nanti untuk mengatur bangsa yang besar, sebab mahasiswa setelah lulus akan mengabdi kepada masyarakat. Baik mengabdi lewat bekerja di pemerintahan ataupun membangun usaha nya sendiri, yang tujuannya tidak lain adalah untuk membantu kemajuan negara ini.
Penulis: Wahyu SaptioAfrima, Mahasiswa prodi Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.