Revisi RTRW Kaltim Alih-Alih Untungkan Korporasi
Penulis : Riva Hermita, Mahasiswa Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas
Revisi RTRW Kaltim 2022-2042 sudah disepakati menjadi Peraturan Daerah oleh Pemprov dan DPRD pada bulan Maret yang lalu dan saat ini tengah menunggu persetujuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seta komisi IV DPR-RI yang membidangi lingkungan hidup.
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hutan di Kalimantan Timur, yaitu berupa pelepasan dan penurunan status kawasan hutan seluas 612.355 hektare. Koalisi Indonesia Memantau menilai bahwa revisi ini sarat akan kepentingan korporasi.
Total ada 736.055 hektare dalam revisi RTRW Kaltim, rinciannya 83,19% mengalami pelepasan kawasan hutan, 13,83% penurunan status kawasan hutan, 2,7% peningkatan status kawasan hutan, dan 0,28% tidak mengalami perubahan status.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, mengatakan revisi tersebut sudah disusun berdasarkan peraturan yang berlaku dan mengakomodasi pandangan dari semua pelaku kepentingan, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Namun, pada nyatanya wilayah hutan yang akan diakomodasikan untuk masyarakat itu jauh lebih kecil. Hasil temuan pemerhati lingkungan menunjukkan dari total lahan tersebut hanya 13 persen yang memberikan bantuan untuk masyarakat, sisanya hanya untuk kepentingan korporasi.
Seperti yang kita ketahui bahwa Kalimantan adalah pulau yang masih lestari dengan hutan yang luas dan merupakan tempat tinggal banyak spesies hewan. Kenyataannya revisi RTRW akan mampu mengganggu habitat hewan-hewan seperti orang utan dan badak sumatera.
Menurut ketua Yayasan Auriga Nusantara Timer Manurung, pelepasan dan penurunan kawasan hutan di Kalimantan Timur bisa mengancam ekosistem hutan dan meperburuk citra Indonesia di mata Internasional. Sedangkan saat ini kita tahu bahwa pemerintah tengah gencar menyampaikan keberhasilan menurunkan angka deforestasi.
“Di atas kawasan yang akan dilepaskan itu telah dibebani oleh 156 izin konsesi perusahaan. Perusahaan yang bermain di sana ada dari sektor pertambangan, monokultur seperti sawit berskala besar dan kebun kayu. Padahal di dalam kawasan itu terdapat masyarakat adat yang selama ini tinggal di hutan. Dari 863 desa atau kampung di Kaltim, 640 desa atau kampung itu adanya di hutan. Belum lagi habitat Orangutan dan Badak di sana ternyata 100 persen masuk dalam konsesi RTRW itu,” ujar Uli dalam diskusi ‘Revisi RTRW Kalimantan Timur: Demi Oligarki’ di Jakarta, Jumat (7/7).
Dari hal ini sudah dapat nilai bahwa dengan penurunan fungsi kawasan hutan akan diambil alih oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menguntungkan pribadi atau golongannya tanpa memperhatikan kepentingan rakyat disana.
Revisi RTRW yang dianggap mengabaikan kepentingan rakyat, ini mampu memicu timbulnya krisis agraria di kaltim. Banyak masyarakat yang akan kehilangan tanahnya, rumahnya, dan lainnya yang dapat mengganggu kelangsungan hidup masyarakat yang berujung pada kemiskinan.
Menurut Koalisi Indonesia, pemerintah tidak terbuka pada masyarakat dalam hal revisi RTRW Kaltim ini. Maksudnya, pemerintah tidak mendengarkan aspirasi dari masyarakat yang terdampak akibat dari revisi RTRW ini.
Berdasarkan catatan koalisi, 164.429 hektare digunakan untuk pertambangan dengan 106.782 hektare diusulkan untuk pelepasan status kawasan hutan dan 536.395 hektare yang merupakan hutan lindung diusulkan menjadi hutan produksi terbatas.
Dapat kita bayangkan, jika hutan lindung yang selama ini kita jaga kelestariannya diusulkan untuk menjadi hutan produksi terbatas pastinya hal itu akan mengganggu sebuah ekosistem dalam hutan tersebut dan mengurangi kelestariannya.
Ada banyak sektor perusahaan yang diuntungkan dengan revisi RTRW ini. Seperti perusahaan bisnis sawit yang diduga paling diuntungkan. Koalisi menemukan 3.824 hektare kawasan yang diusulkan sudah berupa hamparan sawit. Sekitar 16 perusahaan sawit yang beroperasi dalam kawasan ini tanpa izin pelepasan kawasan hutan. Revisi ini diduga untuk pemutihan perkebunan sawit didalam kawasan hutan selain melalui skema Pasal 110 A dan 110 B UU cipta Kerja.
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan jika sebelum 2 November 2023 perusahaan sawit tidak mengajukan perizinan maka bisa dikenakan Pasal 110 B dan dicabut perizinannya serta diberi sanksi administrasi 15 kali PSDH (Provinsi Sumber Daya Hutan). Pihaknya telah meminta seluruh pengusaha sawit untuk melapor sejak November 2020, dimana UU Cipta Kerja pertama kali diterapkan.
Manajer kampanye hutan dan kebun WALHI nasional, Uli Arta Siagian, mengatakan revisi ini kerap dijadikan cara untuk mengampuni kejahatan-kejahatan lingkungan yang selama ini terjadi. Hal ini melegalisasi satu tindakan yang sebenarnya salah menjadi tidak salah. Seharusnya pemerintah lebih tegas dalam menegakkan hukumnya terhadap perusahaan-perusahaan ini. Sebab sudah secara ilegal mereka melanggar Undang-undang kehutanan.
Rencana pemindahan ibu kota negara ke Kaltim disebut-sebut sebagai salah satu alasan untuk mempercepat revisi RTRW Kaltim. Peraturan Daerah RTRW ini merupakan peninjauan kembali RTRW pada 2020 dengan pertimbangan. Saat pengesahan Wakil Gubernur Kaltim, hal tersebut juga merupakan tindak lanjut dari arahan yang diberikan Presiden RI Joko Widodo atas rencana pemindahan ibu kota negara ke Provinsi Kalimantan Timur sehingga revisi ini dipercepat pelaksanannya. Total penyusutan luas wilayah Kaltim yang merupakan imbas dari pengalokasian IKN berkisar 256 ribu hektare untuk darat dan sekitar 68 ribu hektare kawasan laut.
Sepatutnya pemerintah lebih memperhatikan kembali revisi RTRW ini dengan mempertimbangkan serta menampung tuntutan dan saran dari masyarakat yang terdampak agar terciptanya tatanan yang lebih baik dalam membangun IKN dan saling memberikan feedback yang baik antara masyarakat dengan kebijakan pemerintah. Pemerintah juga diharapkan bisa memberantas korporasi yang ilegal tanpa izin negara yang resmi. Boleh saja pembangunan terus berjalan, namun marilah kita juga mempertimbangkan dan memperhatikan keseimbangan alam yang ada disekitar demi kelangsungan hidup bersama dimasa yang akan datang.